Kelapa Sawit Dari Lahan Terlantar Hingga Menguasai Dunia

BANJARMASIN, balainnews.com – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus memberikan edukasi terkait isu isu perkebunan dan industri kelapa sawit kepada masyarakat di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk mencapai tujuan ini BPDPKS berkolaborasi bersama insan pers. Kolaborasi ini di wujudkan dalam acara Fellowship Journalist & Training 2021.

Bertempat di salah satu hotel banjarmasin, Fellowship journalist and training 2021 di buka oleh bapak Edy Wibowo sebagai Plt. Direktur Kemitraan BPDPKS dan bapak Hendry Ch Bangun Wakil Ketua Dewan Pers dan di lanjutkan dengan ramah tamah yang di hadiri bapak Helmi Muhansyah sebagai Kepala Divisi UMKM BPDPKS,  bapak Zainal Helmie Ketua PWI Kalimantan Selatan, bapak Eddy S. Binti sebagai Ketua Gapki Kalimantan Selatan, ibu drh. Suparmi, M. Si Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan juga di ikuti 20 jurnalis secara luring di salah satu hotel banjarmasin serta 20 jurnalis secara daring yang tersebar di seluruh wilayah kalimantan.

Menarik untuk diketahui terkait isu isu perkebunan dan industri kelapa sawit dari hulu sampai hilir. Bagaimana sebenarnya status dan sejarah lahan perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Lalu apa dampak terhadap lingkungan, baik terhadap keanekaragaman hayati dan masyarakat sekitar serta industri perkebunan. Berikut data yang di dapat terkait status dan sejarah lahan perkebunan kelapa sawit di beberapa Provinsi di Indonesia. Bekas HGU Perusahaan Kalimantan Barat sebesar 13.469,68 hektar, Sulawesi Barat 1.029,80 hektar, Sumatera Utara 7.647 hektar, Riau 15.844,18 hektar. Bekas konsesi hutan, Kalimantan Tengah 15.448,84 hektar, Sumatera Utara 5.584,20 hektar, Riau 37.860,56 hektar. Sesangkan bekas perkebunan pribadi, sawah, transmigran dan pertanian di Sumatera Selatan 9.718 hektar, Kalimantan Barat 28.032,94 hektar, Sulawesi Barat 33.711,14 hektar, Kalimantan Tengah 14.732,93 dan Riau 22.224,50 hektar (riset: Santosa : 2016, 2017, 2018). Dari data tersebut menyebutkan kontribusi terbesar lahan perkebunan kelapa sawit adalah bekas perkebunan rakyat, sawah/ pertanian dan bekas lahan transmigran.

Benarkah tudingan deforestasi global di sebabkan oleh perluasan perkebunan sawit. Mengambil data dari Komisi Eropa Tahun 2013 deforestasi yang di sebabkan perluasan perkebunan sawit global hanya 6 juta hektar atau 2,5 %  dari total luasan deforestasi global. Tentunya tudingan deforestasi oleh perluasan perkebunan sawit sarat kepentingan.

Kontribusi perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari banyak pihak salah satunya Kementerian Pertanian dalam mengeluarkan kebijakan kelapa sawit berkelanjutan. Salah satu kebijakan tersebut adalah dengan sertifikasi ISPO kelapa sawit. Kebijakan ini terus berkembang dari tahun ke tahun dengan di keluarkannya Permentan Nomor 19 Tahun 2011, Permentan Nomor 11 Tahun 2015, Perpres Nomor 44 Tahun 2020 dan Permentan Nomor 38 Tahun 2020. Tujuan kebijakan sertifikasi ini adalah meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar Nasional dan Internasional. Tentunya sertifikasi ISPO ini juga meningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.

Banyak tudingan terhadap perkebunan kelapa sawit dan hasil olahan produk kelapa sawit yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Faktanya produk olahan kelapa sawit sangat bermanfaat dan terbukti dengan banyaknya permintaan dari Negara Negara Besar seperti China, Pakistan, India, Belanda, Amerika Serikat, Spanyol dll (sumber: Business Insider Ytd 2021).

Dalam upaya melawan persepsi negatif terhadap perkebunan kelapa sawit ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini tidak akan berhenti dan akan terus berkolaborasi bersama Insan Pers sebagai corong informasi dan edukasi terkait isu isu di perkebunan kelapa sawit pesan Edy Wibowo (Plt. Direktur Kemitraan BPDPKS). (balain/mra)